instagram twitter facebook tumblr

Aulia's Story

  • Home
  • About
  • Sitemap
  • Blog
    • Jajan
    • Jalan-Jalan
    • Story
  • Beauty
  • K-Things
  • Review
  • Tutorial

Sudah hampir 4 tahun aku bekerja freelance sebagai seorang yang mengelola media sosial di sebuah perusahaan iklan digital. Yang aku kerjakan setiap hari itu: membuat konten, membuat video, mempostingnya di media sosial, juga menulis artikel di blog website. Selama bekerja, aku selalu melakukan riset terlebih dahulu untuk membuat konten agar lebih kredibel dan "benar".

Apa yang Terjadi?

Ada satu hal yang membuatku cukup sedih dan sedikit kesal. Bulan Oktober 2025 lalu, aku baru menyadari ada satu akun agensi digital yang selalu membuat postingan yang "sama persis" dengan yang kuposting di akun perusahaan yang kupegang. Aku sedih, karena setiap kali akan posting sesuatu, aku harus menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan harus posting apa, memantau akun dan blog Google Ads, membaca diskusi di grup, memahami informasi yang kubaca, memastikan bahwa informasi tersebut benar, dan sebagainya.

Tapi, apa yang aku lihat di akun agensi digital tersebut membuatku kesal. Kalau memang sedang stuck tidak ada ide, bukannya ada yang namanya ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) ya? Harusnya tidak membuat "sama persis". Setelah kuhitung, ada 20 postingan lebih yang mereka contek. Yang membuatku tidak habis pikir, mereka juga bahkan membuat beberapa program yang namanya lagi-lagi dibuat "sama persis" dengan perusahaan tempatku bekerja.

Agensi digital yang membuat konten copy paste tersebut memiliki beberapa jasa yang ditawarkan, sedangkan tempatku bekerja fokus pada "satu" jasa. Jadi, setiap kali mereka membuat konten mengenai jasa yang sama dengan tempatku bekerja, mereka sudah pasti akan mengambil isi desain yang sama dengan yang sudah kuposting.

Apa aku sudah membicarakan hal ini dengan atasanku?

Tentu saja, aku sudah informasikan juga lengkap dengan screenshot desain-desain postingan akun mereka yang "mengambil" isinya dari akun perusahaan yang kupegang tersebut.

Tanggapannya?

Beliau penasaran dan menganggap bahwa informasi yang dibagikan di akun perusahaan ternyata bermanfaat hingga mereka mau "membuatnya ulang".  Beliau juga memperbolehkan aku untuk menegur mereka secara langsung melalui DM ke akun perusahaan atau owner perusahaan tersebut.

Tapi, berbekal pengalaman di tempat kerja utamaku (tempat kursus), aku juga pernah menegur tempat kursus lain yang saat itu menggunakan foto dari tempat kursus kami untuk promosi grand opening karena mereka pindah ke ruko yang sebelumnya kami gunakan (kami tidak melanjutkan cabang di ruko tersebut). Setelah aku menegurnya melalui WhatsApp admin mereka, bukannya ucapan maaf, aku malah dimarahi! Dan owner-nya meminta atasanku untuk langsung menghubungi mereka.


Setelah atasanku menghubungi owner dan pemilik ruko tersebut, bahkan mereka masih tidak mengucapkan "maaf". Jadi, aku belum berani menegur secara langsung case copy paste ini meski rasanya membuatku kesal.

Kembali lagi ke pekerjaan freelance-ku, atasanku juga sempat meeting denganku dan akan segera mengubah strategi konten. Tapi, sampai sekarang masih belum sempat terlaksana karena kesibukan beliau.

Kontennya Copy Paste Seperti Apa?

FYI, selama membuat desain, sudah 2 tahun ini aku pindah menggunakan Canva dari yang awalnya menggunakan Photoshop karena disediakan oleh perusahaan tempatku bekerja. Aku tahu betul ada banyak template yang tersedia di Canva, jadi sangat besar kemungkinan orang-orang memiliki desain yang sama di setiap akun media sosial (yang menggunakan Canva untuk desain), mungkin hanya ada perbedaan di warna saja. Aku tidak masalah sama sekali, toh sama-sama menggunakan platform yang sama. Tapi, kalau isi dalam setiap desainnya "sama persis"? Aku benar-benar tidak habis pikir!

Aku akan menunjukkan salah satu konten yang mereka contek:



Mulai dari posisi, isi tulisan, dan "terkadang" caption juga mereka buat sama persis!

(Tolong jangan bilang sama-sama pakai Canva, jadi wajar aja kalo sama. Karena aku sudah jelaskan di atas, aku ga permasalahkan desainnya. Tapi, isinya.)

Hal ini benar-benar membuatku tidak mood hingga postingan di bulan November 2025 berkurang drastis karena aku berpikir, untuk apa aku buat postingan kalau hanya untuk dicontek mereka? Aku merasa semua yang sudah aku lakukan untuk membuat satu postingan jadi sia-sia.

Final Thought

Ya, setelah kupikirkan beberapa kali, aku sadar, ternyata aku bisa membuat postingan yang bisa "dilirik" oleh perusahaan sejenis. Dan karena pekerjaanku berdasarkan performa, aku rasa aku tidak harus merasa "gak mood" lagi. Kalau ingin posting, ya posting saja. Soal akan di-copy paste atau tidak, itu urusan belakangan. Betul, tidak?

Setelah beberapa lama, aku juga posting konten meme yang menyindir mereka dengan harapan owner atau designer akun tersebut membacanya.

Tahu hasilnya apa?

Salah satu konten reel mereka yang "sama persis" dengan konten yang kuposting, sekarang tidak ada lagi di feed utama, tapi masih tetap bisa dilihat di tab Reels.

Sebenarnya, apa yang aku inginkan? Apa aku ingin mereka menghapus semua postingan yang mereka contek? Kalau boleh jujur, iya. Tapi, sampai saat ini, aku juga belum tahu harus seperti apa lagi. Yang pasti, aku masih akan terus memantau akun tersebut. Dan kalau aku masih menemukan mereka posting hal yang sama, aku akan memberanikan diri coba menegur mereka melalui DM (dengan persetujuan atasanku).

Ternyata.. seperti ini ya rasanya. Hehe.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

"Kadang aku benar-benar merasa bersalah, apa aku sudah menghancurkan kehidupan dia dan keluarganya?"

--

Sudah sekitar 2 bulan berlalu setelah kejadian yang cukup membuatku dan keluarga kecilku menjadi sangat marah karena tak paham apa maksud dari perbuatannya hingga dengan berani mencemarkan nama kami semua.

Siang itu, hpku tiba-tiba ramai karena ada banyak notifikasi WhatsApp yang masuk. Isi pesannya kebanyakan sejenis:
  • Mengataiku
  • Mencaci maki
  • Mengucapkan kata-kata kasar
  • Menuduh
  • Memfitnah
Saat itu, aku tak ambil pusing karena kupikir ini semua hanya pesan SPAM. Semua pesan yang masuk tidak aku buka sama sekali. Benar-benar kuabaikan dan tidak berpikir hal ini akan mengubah kehidupanku. 

Seminggu setelah kejadian itu, ada notifikasi WhatsApp yang masuk. Isi pesannya cukup detail dan membuatku paham kenapa sebelumnya ada banyak notifikasi WhatsApp yang masuk. 

Kali ini aku memutuskan untuk membalas dan menanyakan siapa yang membuat fitnah seperti ini? Tapi, pesanku dibalas dengan cacian lagi. Semua tulisan rasanya seperti menusuk dan tidak memberiku celah untuk menjelaskan. 

Aku dan suami berdiskusi, "sebenarnya ada apa?" Lalu, suamiku memikirkan suatu hal yang terasa janggal. Dia ingat pesan dari seseorang yang terlihat tidak jelas. 
  • Nggak nyambung. 
  • Tiba-tiba menghapus chat. 
  • Selalu menanyakan lokasi. 
Kami mendapatkan poin terbaru dan mulai paham. Ada yang tidak beres dengan orang tersebut. 

Tidak pikir panjang, suami langsung mencoba menghubungi WhatsApp orang tersebut. Tapi, tidak diangkat sama sekali. Suami menghubungi kembali dengan akun WhatsApp lain, tapi masih tetap sama. Tidak diangkat. 

Karena mulai kesal, aku mulai menyusun semua pesan masuk yang pernah dikirimkan orang-orang yg memakiku serta pesan yang dikirimkan orang tersebut ke WhatsApp suamiku. Suamiku akhirnya menghubungi orangtua dari orang yang selalu chat aneh sebelumnya. Obrolan juga cukup simpel:
  • Memberitahu kronologinya seperti apa
  • Menanyakan lokasi orang tersebut
Sayangnya, saat itu orang tersebut sedang tidak ada di rumah. Dan akhirnya, aku mem-posting kejadian tersebut di Instagram pribadiku, yang awalnya sangat jarang kubuka. Setelah di-posting, cukup banyak teman-teman SMK yang membantu mencari titik koordinat kejanggalan ini terjadi. 

Hingga akhirnya aku melihat sendiri foto suamiku, namaku dan nama suami, hingga nomor hp. Semuanya terlihat jelas, meski namaku salah. Aku benar-benar speechless. Isi dari postingan tersebut membuat fitnah yang luar biasa hingga membuat orang-orang (entah circle mereka) mau mengataiku di WhatsApp.

Setelah tahu bahwa ini benar-benar 100% perbuatan orang tersebut, rasanya sangat kecewa. Aku bahkan tak pernah berhubungan langsung dengan orang tersebut via pesan WhatsApp. Jika ada keperluan, dia selalu meminta ibunya yang mengirimkan pesan padaku. 

Bahkan, aku beberapa kali membantu keluarganya. Aku tidak membanggakan diriku sendiri. Hanya saja, apa perbuatan ini memang pantas diterima olehku dan keluargaku setelah semua hal yang dilakukan aku dan keluargaku?

Hingga saat ini saja, aku masih tidak paham kenapa dia bisa menargetkan aku dan suamiku. Suamiku bahkan beberapa kali membantu dia. Meminjam motor seharian? Boleh! Suamiku tidak segan membantu dia. Aku juga masih ingat saat dia datang ke rumah untuk meminjam laptop karena ingin memperbaiki CV dan mengirim lowongan pekerjaan.

Tapi, lihat perbuatannya? Dari postingan doxxing sebelumnya, aku menemukan percakapan yang belum pernah aku dan suamiku lihat. Dia memanipulasi semua chat di WhatsApp. Bahkan, ketika aku mem-posting hal ini di Threads, banyak orang yang berkata mereka lebih percaya dengan postingan orang tersebut daripada kronologi yang kujelaskan. 

Saat membaca itu, aku merasa:

"Social media membuatku ketakutan setengah mati!"

Membaca komentar yang masuk membuatku takut, cemas, dan pusing. Bagaimana bisa orang-orang lebih percaya dengan kebohongan yang menurut mereka lebih jelas informasinya? Padahal, semuanya hanya skenario saja. 

Tangisku pecah malam itu. Semua perasaan terasa campur aduk. Sedih, kecewa, marah, takut.. Semuanya terasa menyesakkan.

--

Untungnya, malam itu orangtuanya berhasil membujuknya untuk pulang dan membawanya ke rumah kami. Aku benar-benar malas bicara. Suamiku menanyakan semua hal terkait postingan tersebut. Pada awalnya dia tidak mau mengakuinya. Sampai akhirnya aku melihat isi chat dia dengan pacarnya di WhatsApp.

Sayangnya, saat itu dia masih banyak beralasan juga di tengah bukti-bukti yang telah kami pegang dan tidak mengucapkan kata MAAF sekali pun. Dia hanya mengatakannya dua kali ketika aku memintanya untuk membuat video klarifikasi.
  1. saat membuat video pertama yang gagal karena suaranya terlalu kecil
  2. saat membuat video kedua yang akhirnya ku-posting di socmed

Kehidupanku setelah kejadian itu? 

Kehidupanku masih berjalan. Hanya saja, aku masih merasa takut untuk mengakses akun pribadiku. Aku benar-benar merasa social media sangat menakutkan.

Saat melihat ada postingan yang melakukan doxxing, kini aku jadi merasa harus melihat 2 POV karena kurasa ada lebih banyak orang lagi yang merasa bisa membuat dan mengatur skenario untuk keuntungan pribadi mereka. 

Aku sudah menghapus hal-hal terkait kejadian tersebut di Instagram pribadiku, hanya menyisakan story yang ku-highlight (dan pasti akan segera kuhapus). Dan rencananya, aku juga ingin segera deactivate Threads dan menghapus postingan di akun twitter pribadiku.

Kenapa tidak sekarang? Rasanya masih cukup berat untuk melihat postingan itu kembali. 

Setelah 2 bulan berlalu, aku terkadang masih berpikir, 

"apa aku sudah menghancurkan kehidupan dia dan keluarganya setelah kejadian ini?"
"apa dulu aku seharusnya tidak melakukan ini dan sebaiknya dibicarakan secara internal saja?"
"apa aku menjadi jahat karena hal ini?"

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

CARI

Sponsor

About me

About Me

This is a half of my world. I love writing very much. Writing is my passion, my hobby and a half of my world ♥

Follow Me

  • instagram
  • twitter
  • facebook
  • linkedin
  • google+
  • tumblr

Followers

Total Pageviews

Popular Posts

  • Review Novel Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 dan Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1991
    Yap, kemaren malem jam 10:44 aku baru aja selesai baca novel Dilan yang kedua. Novel karya Pidi Baiq ini emang udah aku tunggu lamaaa ba...
  • Review Novel Milea Suara dari Dilan
    Halo semua, hari ini aku mau review novel lagi. Mungkin dari kalian ada yang udah baca novel Dilan atau judul lengkapnya " Dilan, Di...
  • Tali, Pisau, Ruangan dan Senyuman
    "Bawakan aku tali yang panjang itu!" Rasanya, aku sering mendengar kalimat itu. Alih-alih untuk menggantungkan diriku di atas...

Labels

blog dilan liburan novel pidi-baiq real-story rekomendasi renungan review sharing story tips-trik travel wisata

Blog Archive

  • ▼  2025 (2)
    • ▼  December (1)
      • Buat Konten Tapi Copy Paste?
    • ►  August (1)
      • My Life After That Happened
  • ►  2022 (31)
    • ►  June (1)
    • ►  April (30)
  • ►  2021 (2)
    • ►  November (2)
  • ►  2020 (6)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (2)
    • ►  April (1)
  • ►  2019 (5)
    • ►  December (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2018 (17)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (2)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (10)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (11)
    • ►  December (3)
    • ►  September (2)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2015 (17)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (4)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (9)
    • ►  December (1)
    • ►  October (2)
    • ►  August (1)
    • ►  July (5)
  • ►  2013 (2)
    • ►  March (2)
  • ►  2012 (4)
    • ►  May (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2011 (2)
    • ►  August (1)
    • ►  April (1)

Member of

Instagram Twitter Facebook Google+ Tumblr

Created with by BeautyTemplates