My Life After That Happened
"Kadang aku benar-benar merasa bersalah, apa aku sudah menghancurkan kehidupan dia dan keluarganya?"
--
Sudah sekitar 2 bulan berlalu setelah kejadian yang cukup membuatku dan keluarga kecilku menjadi sangat marah karena tak paham apa maksud dari perbuatannya hingga dengan berani mencemarkan nama kami semua.
Siang itu, hpku tiba-tiba ramai karena ada banyak notifikasi WhatsApp yang masuk. Isi pesannya kebanyakan sejenis:
- Mengataiku
- Mencaci maki
- Mengucapkan kata-kata kasar
- Menuduh
- Memfitnah
Saat itu, aku tak ambil pusing karena kupikir ini semua hanya pesan SPAM. Semua pesan yang masuk tidak aku buka sama sekali. Benar-benar kuabaikan dan tidak berpikir hal ini akan mengubah kehidupanku.
Seminggu setelah kejadian itu, ada notifikasi WhatsApp yang masuk. Isi pesannya cukup detail dan membuatku paham kenapa sebelumnya ada banyak notifikasi WhatsApp yang masuk.
Kali ini aku memutuskan untuk membalas dan menanyakan siapa yang membuat fitnah seperti ini? Tapi, pesanku dibalas dengan cacian lagi. Semua tulisan rasanya seperti menusuk dan tidak memberiku celah untuk menjelaskan.
Aku dan suami berdiskusi, "sebenarnya ada apa?" Lalu, suamiku memikirkan suatu hal yang terasa janggal. Dia ingat pesan dari seseorang yang terlihat tidak jelas.
- Nggak nyambung.
- Tiba-tiba menghapus chat.
- Selalu menanyakan lokasi.
Kami mendapatkan poin terbaru dan mulai paham. Ada yang tidak beres dengan orang tersebut.
Tidak pikir panjang, suami langsung mencoba menghubungi WhatsApp orang tersebut. Tapi, tidak diangkat sama sekali. Suami menghubungi kembali dengan akun WhatsApp lain, tapi masih tetap sama. Tidak diangkat.
Karena mulai kesal, aku mulai menyusun semua pesan masuk yang pernah dikirimkan orang-orang yg memakiku serta pesan yang dikirimkan orang tersebut ke WhatsApp suamiku. Suamiku akhirnya menghubungi orangtua dari orang yang selalu chat aneh sebelumnya. Obrolan juga cukup simpel:
- Memberitahu kronologinya seperti apa
- Menanyakan lokasi orang tersebut
Sayangnya, saat itu orang tersebut sedang tidak ada di rumah. Dan akhirnya, aku mem-posting kejadian tersebut di Instagram pribadiku, yang awalnya sangat jarang kubuka. Setelah di-posting, cukup banyak teman-teman SMK yang membantu mencari titik koordinat kejanggalan ini terjadi.
Hingga akhirnya aku melihat sendiri foto suamiku, namaku dan nama suami, hingga nomor hp. Semuanya terlihat jelas, meski namaku salah. Aku benar-benar speechless. Isi dari postingan tersebut membuat fitnah yang luar biasa hingga membuat orang-orang (entah circle mereka) mau mengataiku di WhatsApp.
Setelah tahu bahwa ini benar-benar 100% perbuatan orang tersebut, rasanya sangat kecewa. Aku bahkan tak pernah berhubungan langsung dengan orang tersebut via pesan WhatsApp. Jika ada keperluan, dia selalu meminta ibunya yang mengirimkan pesan padaku.
Bahkan, aku beberapa kali membantu keluarganya. Aku tidak membanggakan diriku sendiri. Hanya saja, apa perbuatan ini memang pantas diterima olehku dan keluargaku setelah semua hal yang dilakukan aku dan keluargaku?
Hingga saat ini saja, aku masih tidak paham kenapa dia bisa menargetkan aku dan suamiku. Suamiku bahkan beberapa kali membantu dia. Meminjam motor seharian? Boleh! Suamiku tidak segan membantu dia. Aku juga masih ingat saat dia datang ke rumah untuk meminjam laptop karena ingin memperbaiki CV dan mengirim lowongan pekerjaan.
Tapi, lihat perbuatannya? Dari postingan doxxing sebelumnya, aku menemukan percakapan yang belum pernah aku dan suamiku lihat. Dia memanipulasi semua chat di WhatsApp. Bahkan, ketika aku mem-posting hal ini di Threads, banyak orang yang berkata mereka lebih percaya dengan postingan orang tersebut daripada kronologi yang kujelaskan.
Saat membaca itu, aku merasa:
"Social media membuatku ketakutan setengah mati!"
Membaca komentar yang masuk membuatku takut, cemas, dan pusing. Bagaimana bisa orang-orang lebih percaya dengan kebohongan yang menurut mereka lebih jelas informasinya? Padahal, semuanya hanya skenario saja.
Tangisku pecah malam itu. Semua perasaan terasa campur aduk. Sedih, kecewa, marah, takut.. Semuanya terasa menyesakkan.
--
Untungnya, malam itu orangtuanya berhasil membujuknya untuk pulang dan membawanya ke rumah kami. Aku benar-benar malas bicara. Suamiku menanyakan semua hal terkait postingan tersebut. Pada awalnya dia tidak mau mengakuinya. Sampai akhirnya aku melihat isi chat dia dengan pacarnya di WhatsApp.
Sayangnya, saat itu dia masih banyak beralasan juga di tengah bukti-bukti yang telah kami pegang dan tidak mengucapkan kata MAAF sekali pun. Dia hanya mengatakannya dua kali ketika aku memintanya untuk membuat video klarifikasi.
- saat membuat video pertama yang gagal karena suaranya terlalu kecil
- saat membuat video kedua yang akhirnya ku-posting di socmed
Kehidupanku setelah kejadian itu?
Kehidupanku masih berjalan. Hanya saja, aku masih merasa takut untuk mengakses akun pribadiku. Aku benar-benar merasa social media sangat menakutkan.
Saat melihat ada postingan yang melakukan doxxing, kini aku jadi merasa harus melihat 2 POV karena kurasa ada lebih banyak orang lagi yang merasa bisa membuat dan mengatur skenario untuk keuntungan pribadi mereka.
Aku sudah menghapus hal-hal terkait kejadian tersebut di Instagram pribadiku, hanya menyisakan story yang ku-highlight (dan pasti akan segera kuhapus). Dan rencananya, aku juga ingin segera deactivate Threads dan menghapus postingan di akun twitter pribadiku.
Kenapa tidak sekarang? Rasanya masih cukup berat untuk melihat postingan itu kembali.
Setelah 2 bulan berlalu, aku terkadang masih berpikir,
"apa aku sudah menghancurkan kehidupan dia dan keluarganya setelah kejadian ini?"
"apa dulu aku seharusnya tidak melakukan ini dan sebaiknya dibicarakan secara internal saja?"
"apa aku menjadi jahat karena hal ini?"
0 komentar
Halo semuanya, silakan tinggalkan jejak disini ya :) tolong jangan SPAM atau komentar yang berhubungan dengan SARA. Thanks :)