Kekecewaan Daun, Angin dan Lebah Madu
Pernah kudengar kisah tentang daun. Daun ini terlihat sangat
manis. Warnanya cerah dan bisa membuat orang memujinya karena dia terlihat
sangat baik. Bahkan lebih baik dari bunga yang ada disekelilingnya. Lebih kuat dari
akar yang menumbuhkannya di batang pohon. Lebih manis saat beterbangan
dibanding burung-burung yang terbang dengan bebas.
Namun, daun ini sebenarnya tak seperti apa yang dikatakan di
atas. Tak pernahkah terlintas dibayanganmu jika daun pernah mengkhianati angin?
Menyakiti angin? Mungkin tidak. Hanya lebah madulah yang dengan setia mendengar
semua kibasan angin. Tanpa ada sedikit ocehan, lebah madu setuju dengan angin.
Seperti buku Tere Liye yang berjudul “Daun yang Jatuh Tidak
Pernah Membenci Angin”, tapi kukira daun ini mungkin berkebalikan. Daun selalu
merasa menjadi korban. Daun selalu membuat dirinya merasa tidak nyaman dengan
pohon yang sudah terlihat kokoh dan dipuja banyak orang. Selalu berkebalikan.
Daun tak suka dengan pohon yang sudah membantunya tumbuh sedikit demi sedikit.
Daun pernah meminta angin untuk membawanya berhembus melewati lembah, sungai,
laut, dll. Angin dengan senang hati membawanya melintasi semua yang diinginkan.
Bahkan lebih cepat dari perkiraan.
Saat itu daun sampai di sebuah pulau. Dan angin masih ada
disisinya. Diam. Bisu. Angin hanya mendengar isakan daun yang terlalu sakit
untuknya. Apakah angin telah membawanya ke tempat yang salah? Bukankah daun
yang memintanya untuk melewati lembah yang indah itu? Ikut mengalir dengan aliran
sungai yang tak terlalu deras. Terbang melewati laut yang memantulkan warna
biru langit di airnya. “Aku sepertinya salah.” Pikir angin saat itu.
Kali ini angin lebih banyak terdiam. Biarlah waktu yang
membawanya kembali berhembus dengan tenang. Dan bagaimana dengan daun? Dia
masih terus terisak dan terus menyalahkan pasir pantai yang menempel di
tubuhnya. Dia terisak menyalahkan semut-semut yang membantunya pindah dari sisi
pantai ke dalam hutan yang ada di pulau. Dia terus menyalahkan semua yang ada seolah-olah
dialah korban.
Sedikit lagi daun itu menyerah dan akan benar-benar rapuh.
Terlihat dari semua hal yang dilakukannya. Terlihat jelas dari pola di tubuhnya
yang hampir tak ada garisnya lagi. Terlihat dari air yang sedikit mengalir di
tubuhnya. Kini dia terdiam bersama hujan. Angin pernah memberi saran untuk
melewati kerisauan yang ada di dekat langit, kekacauan yang pernah dirasa
gelombang laut, kekhawatiran akan dirinya sendiri yang mungkin akan hilang
karena terpaan alam. Tapi, angin sudah tak peduli. Bukankah angin sudah
membantunya saat itu?
Sekarang daun ingin mengakhirinya? Sekarang siapa yang
salah? Siapa yang lebih tersakiti dan merasa malu? Angin masih ingin
mempertanyakan itu kepada daun. Tapi apa daya, daun sudah menyalahkan semua
yang ada di dekatnya. Yang sebenarnya ingin membantu menuju tempat yang lebih
baik. Sekarang biarkan daun yang memilih. Angin hanya ingin kembali berhembus
dan terbang dengan bebas lagi.
Dan, kenapa lebah madu setuju dengan angin? Mungkin dia
punya alasan lain.
Bogor, 29 Mei 2015
0 komentar
Halo semuanya, silakan tinggalkan jejak disini ya :) tolong jangan SPAM atau komentar yang berhubungan dengan SARA. Thanks :)